Selamat datang di INS Kayutanam , kecamatan 2x11 Kayu Tanam, Padang Pariaman, Sumatera Barat

Haa, itu nama kecamatan atau nama perkalian ?

Bukan, itu memang benar adalah nama kecamatan, 2x11 Kayu Tanam. Kecamatan disebelahnya juga hampir sama namanya, yaitu 2 x 11 Enam Lingkung.

Kalaulah kita cermat memperhatikan nama-nama kabupaten/luhak, kecamatan, nagari/desa, jorong di Minangkabau a.k.a Sumatera Barat, maka kita akan menemukan banyak sekali pencantuman angka pada nama-nama tersebut.

Penulisan angkanya pun beragam, ada yang menggunakan aksara angka romawi ataupun aksara angka latin. 2x11 Enam Lingkung benar-benar membuat kening berkerut ketika membaca atau mendengar nama ini. Itu cuma satu dari banyak nama daerah di Minangkabau yang memakai angka dalam penamaannya. Saya mencoba untuk menuliskan beberapa diantaranya yang diketahui.

  1. Sebut saja misalnya untuk Kabupaten, Kabupaten 50 koto.

  2. Untuk kecamatan, ada kecamatan IV Angkek, ada IV Koto.

  3. Untuk desa/nagari atau jorong, ini mungkin lebih banyak lagi, semisal :

Kabupaten Solok :
–> IX Koto Sungai Lasi

Dan banyak lagi yang hampir semirip. Bisa dilihat di https://min.wikipedia.org/wiki/Daftar_nagari_di_Sumatera_Barat dan pencarian nama jorong di tiap-tiap nagari tersebut.

Di kota kelahiranku sendiri, Bukittingi, terdapat nama kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh (Aur Birugo 13). Tigo Baleh bisa berarti Tiga Belas atau Tiga Berbalas. Angka 13 yang dianggap sial di budaya barat, tidak dianggap menakutkan di sini, malahan dijadikan nama kecamatan.

Kenapa banyak penamaan seperti itu ?

Pastinya banyak kasusnya. Bisa jadi penamaan karena fenomena Alam, seperti Pincuran 7, 100 Janjang, atau bisa jadi urutan penomoran nagari. Atau ada juga yang karena kompromi penamaan antara suku, jorong, atau nagari di tempat itu.

Seperti 2x11 Enam Lingkung, konon katanya karena ada 6 suku utama yang mendiami daerah tersebut. Atau kabupaten 50 koto karena adanya 50 rombongan yang datang dari Pariangan ke kaki gunung Sago.

Atau juga IV Angkek, dikarenakan ada 4 orang pemuka yang berkelana ke daerah ini pertama kalinya dan membangun permukiman.

Kalau dilihat, penamaan dengan angka yang bukan karena fenomena alam, urutan penomoran, kebanyakan adalah hasil kompromi/sejarah kompromi yang melatarbelakanginya. 2X11 Enam Lingkung, karena ada 6 suku utama didalamnya, 50 koto karena ada 50 rombongan pertama masuk ke daerah itu. IV angkek karena ada 4 orang pemuka yang mempeloporinya.

Hal ini sebetulnya dapat dimaklumi, karena daerah Minangkabau dahulunya adalah daerah yang desentralistik, terdiri dari nagari-nagari seukuran kecamatan/desa yang otonom.

Nagari adalah struktur kekuasaan tertinggi di Minangkabau.

Didalam setiap nagari terdapat banyak suku yang otonom pula, yang punya level yang sama, berkompromi di musyawarah Nagari untuk berbagai hal, termasuk didalamnya mungkin untuk hal penamaan Nagari dan bagian di dalam Nagari tersebut. Penamaan dengan mengakomodir semua pihak di dalam tempat tersebut adalah pilihan paling logis dengan kondisi sosial seperti itu.

Tidak ada kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari

Bagaimana dengan kekuasaan Kerajaan Pagaruyung ?

Entahlah, mungkin dahulu kerajaan ini mempunyai kekuasaan, tetapi tidak sampai ke semua daerah inti Minangkabau yang berada di pedalaman. Tidak ada bekas-bekas sosial dan politik yang tergambarkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau.

Dari sejarah, tidak ada tanah milik kerajaan di nagari-nagari, tidak ada upeti kerajaan, tidak ada perwakilan kerajaan di nagari-nagari, tidak ada petatah-petitih adat yang diselipkan untuk puja-puji ke Raja. Tidak ada acara adat yang mengundang Raja atau perwakilan Pagaruyung, bahkan untuk acara-acara paling penting dari sebuah Nagari. Dan penulis lihat tidak ada kebanggaan dan rasa keterikatan seseorang anak Minangkabau dengan kerajaan Pagaruyung. Walaupun sampai sekarang keturunan kerajaan Pagaruyung dan istanyanya masih ada.

Mungkin saja ada pengaruh kerajaan untuk wilayah sekitarnya, yaitu daerah sekitar kabupaten Tanah Datar dan kecamatan Pariangan. Tetapi untuk pengaruh sosial dan politik tidak kita ketahui pasti. Mungkin saja ada penamaan tempat berkaitan dengan Raja Pagaruyung, tetapi bukanlah berita yang dikenal luas oleh masyarakat Minangkabau.

Kerajaan Pagaruyung ini seperti kerajaan yang terisolasi dikelilingi nagari-nagari otonom di Minangkabau.

Termasuk kalau kita lihat di penamaan tempat-tempat diatas, hampir tidak ada penamaan tempat yang menyiratkan fungsi sentralistiknya kerajaan Pagaruyung.

Kalau kita coba bandingkan, ambil contoh seperti Jakarta, yang aslinya adalah Jayakarta, penamaan dilakukan oleh Fatahillah yang berhasil menaklukkan Sunda Kelapa. Atau Singaraja, Bali, yang dinamai untuk mengagungkan Raja yang sakti seperti Singa.

Di Minangkabau, pembicaraan internal sosial dan politik yang ada paling banyak pembicaraan suku dan nagari. Oleh karenanya kompromi, toleransi, dan egaliterisme menjadi hal penting dan menjadi pembentuk masyarakat Minangkabau sampai saat ini. Begitu pulalah yang mendasari penamaan banyak tempat di negeri dengan angka-angka ini.