“Karajo Nan Bapokok, Silang Nan Bapangka”
“Turut Mengundang : “
“Ninik Mamak, Alim Ulama, Cadiak Pandai, dan Urang Sumando”

Demikianlah tertulis dalam sebuah undangan pernikahan sepasang pengantin dari Minangkabau. Hampir setiap undangan dimana pengantin berlatar belakang adat Minangkabau akan mencantumkan tulisan itu di dalam undangannya. Tanpa tulisan itu, sepertinya undangan itu menjadi kurang afdhol.

Kalau diartikan, maka tulisan itu merupakan penghormatan dari seluruh keluarga mempelai terhadap yang diundang.

Arti tulisan itu kurang lebih

“Anda diundang ke pernikahan ini oleh panitia, Ninik Mamak, Cerdik Pandai, Alim Ulama, dan Urang Sumando (menantu laki-laki/para suami dari ibu-ibu pihak mempelai)”.

Dengan kata lain, semua keluarga dari pihak pengantin mengundang anda untuk datang ke pernikahan.

Pernyataan ini menegaskan bahwa pernikahan ini adalah peristiwa yang penting bagi seluruh keluarga mempelai, sehingga semua pihak, dari Ninik Mamak (yang dituakan), Cerdik Pandai, Alim Ulama, serta Urang Sumando pun turut mengundang. Hmm., sebegitu pentingnya kah ?

Pernikahan Adat Minangkabau memang merupakan salah satu kejadian penting bagi masyarakat Minangkabau. Bagi sebagian orang Minangkabau, pernikahan menjadi awal mula dia dianggap dewasa dan diperhitungkan dalam kemasyarakatan.

Seperti layaknya juga suku lain di Indonesia, pernikahan di Minangkabau mempertemukan dua keluarga besar pasangan pengantin. Selain itu pernikahan Minangkabau itu bertujuan juga untuk menjalin kekerabatan dengan suku/marga lain, karena dalam budaya Minangkabau, pernikahan itu dilakukan dengan pasangan dari suku yang berbeda. Karena begitu pentingnya dan melibatkan banyak pihak, pernikahan di budaya Minangkabau penuh dengan acara-acara seremoni dan aturan adat yang cukup banyak.

Prosesi pernikahan adat Minangkabau pun sangat beragam, tergantung dari adat suku dan nagari. Tidak jarang terjadi banyak perbedaan persepsi mengenai prosesi yang mesti dijalani, karena kedua calon mempelai mungkin saja berasal dari nagari yang berbeda, disamping tentunya mereka berbeda suku.

Tiap nagari juga memiliki pakaian pengantin yang berbeda, baik dari baju, celana, ataupun penutup kepala.

Tiap nagari memiliki otoritas penuh dalam penetapan konvensi ini.

Pernikahan antar dua orang dari suku dan nagari yang berbeda ini pada akhirnya menghasilkan kompromi dari dua adat nagari dan kebiasaan yang berbeda. Kompromi ini dilakukan dengan musyawarah mufakat antara kedua belah pihak.

Walaupun banyak kompromi antara kedua belah pihak mempelai, ternyata ada prosesi-prosesi tertentu yang menjadi “konvensi” atau “kesepakatan” di masyarakat Minangkabau, sehingga prosesi-prosesi tersebut menjadi standar urutan acara pernikahan di Minangkabau. Hampir semua pernikahan di Minangkabau mengikuti prosesi prosesi pernikahan standar tersebut.

Dalam Adat Minangkabau, mempelai pria disebut “Marapulai”, sementara mempelai wanita disebut “Anak Daro”.

Secara umum, prosesi standar yang harus dijalani oleh pasangan yang menikah :

1.Manapiak Bandua

Yaitu pertemuan awal pihak keluarga. Biasanya dimulai oleh silaturrahmi pihak keluarga perempuan ke pihak keluarga laki-laki. Kemudian biasanya juga diikuti dengan kunjungan balasan dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan. Tujuannya tidak lain adalah memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud agar kedua pihak dapat disatukan dalam naungan pernikahan.

2.Maminang

Maminang artinya meminang pihak perempuan oleh pihak laki-laki. Pada tahap ini pihak keluarga laki-laki menyampaikan maksud untuk melamar si perempuan yang menjadi pujaan hati si laki-laki.

3.Batuka tando

Setelah si pihak perempuan menerima pinangan dari pihak laki-laki, selanjutnya diteruskan dengan acara batuka tando, atau bertukar tanda berupa cincin atau dalam beberapa kasus mungkin hanya berupa janji untuk melangsungkan pernikahan. Penetapan tanggal pernikahan mungkin diputuskan pada tahapan ini.

4.Mancari Gala

Mencari gelar ini dilakukan oleh pihak pengantin laki-laki. Sehari atau beberapa hari sebelum dilakukan pernikahan, keluarga dari pihak laki-laki berkumpul, baik dari keluarga bapaknya si laki-laki, ataupun Ibunya si laki-laki. Pertemuan itu ditujukan untuk memusyawarahkan gelar yang akan “ditempelkan” ke Marapulai. Penentuan gelar ini perlu karena ketika si Marapulai berada di rumah istrinya kelak, dia akan dipanggil dengan namanya tersebut. Tidak ada lagi nama aslinya yang dipanggil ketika berada di lingkungan istrinya.

5.Ijab Kabul

Pada hari pernikahan akan diadakan ijab kabul antara si laki-laki dan walinya si perempuan. Banyak ijab kabul dan pernikahan di Minangkabau dilakukan pada hari Jum’at, sebelum dilaksanakan shalat berjama’ah Jum’at.

6.Manjapuik Marapulai

Setelah Ijab Kabul, ada kalanya si pengantin pria pulang dulu kerumah asalnya, atau ada juga yang langsung ke rumah istrinya. Bagi laki-laki yang pulang dulu ke rumah asalnya, ia pada keesokan harinya akan dijemput oleh pihak perempuan, dan dibawa ke rumah istrinya untuk basandiang (bersanding) di pelaminan. Menjemput Marapulai ini adalah penghormatan juga untuk sang Marapulai. Prosesi ini melibatkan proses sambah manyambah.

7.Basandiang di rumah mempelai perempuan

Setelah dijemput, maka kedua mempelai disandingkan di pelaminan, dan menjadi raja dan ratu sehari di rumah mempelai perempuan.

8.Manjalang kandang

Pada keesokan harinya lagi, datanglah keluarga dari pihak laki-laki ke rumah pihak keluarga perempuan untuk menjemput kedua mempelai untuk dibawa lagi ke rumah mempelai laki-laki untuk disandingkan. Biasanya sambah manyambah tidak dilakukan pada prosesi ini.

9.Basandiang di rumah mempelai laki-laki.

Setelah dijemput oleh pihak mempelai laki-laki, maka kedua mempelai disandingkan lagi di rumah mempelai laki-laki.

Setelah semua prosesi itu selesai, maka terserah kepada kedua mempelai untuk melakukan prosesi lainnya tambahan lainnya seperti bertandang ke rumah bako, bertandang ke rumah saudara-saudara, dll.. Fiuuh, ternyata melelahkan juga pernikahan adat Minangkabau itu. Kalau dihitung-hitung, minimal diperlukan waktu 2 - 3 hari untuk melaksanakan prosesi dari ijab kabul sampai basandiang di rumah mempelai laki-laki. Tapi yaa itulah namanya adat dan budaya yang merupakan warisan dari nenek moyang yang mesti kita jaga dan petik nilai-nilainya.