Untuk melihat apa itu Story Point.

Kenapa harus pakai story point ? di sini dan di sini

Story point
Story point adalah ukuran estimasi untuk mengerjakan sebuah product backlog atau sebuah kerjaan.
  • Diambil dari terjemahan dari Atlassian tentang Story point, yaitu:

Story point
Story points are units of measure for expressing an estimate of the overall effort required to fully implement a product backlog item or any other piece of work.

Bagaimana kalau ternyata estimasi kita meleset ?

Tidak jarang atau bahkan sering, estimasi kita terhadap kerjaan meleset.

Misalkan pada awalnya kita meng-estimasi sebuah pekerjaan dengan 3 story point. Ternyata kenyataannya pekerjaannya cukup sulit dan semestinya pekerjaannya ternyata setara dengan 5 story point. Dan kita mengetahui kesulitannya di pertengahan sprint.

Apakah kita perlu mengubah story point dari 3 menjadi 5 untuk story tersebut ?

Hmmm….

Satu hal yang perlu diingat adalah Story Point dan Velocity bukanlah sesuatu yang dianggap bagian dari Scrum. Sehingga untuk kasus diatas, dikembalikan lagi ke tim, bagaimana sebaiknya mengatur dan menyikapi kasus diatas.

Biasanya ada 2 pendekatan untuk masalah ini :

Pendekatannya adalah :

🌀 Pendekatan pertama mengacu kepada estimasi pada dasarnya hanyalah perkiraan, sehingga kalaupun meleset, maka dianggap tidak apa-apa. Tidak perlu untuk mengubah story point yang sudah kita estimasi dari awal. Evaluasi mengenai estimasi yang meleset ini bisa dibahas di sprint Retrospective. Agar nanti bisa diperbaiki di sprint berikutnya. Bisa jadi karena kita tidak memperhitungkan faktor risk dalam penentuan story point, atau story nya tidak detil sehingga kita tidak tepat dalam estimasi story point.

🌀 Pendekatan kedua mengacu kepada esensi bahwa sprint haruslah merepresentasikan kapasitas tim dalam melakukan sesuatu. Yang digambarkan dari jumlah story point. Dalam hal ini mengubah story point merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dan hal ini sah-sah saja karena cukup beralasan.

💡 Kesimpulannya :

Dua pendekatan diatas boleh-boleh saja, tetapi biasanya yang dilakukan adalah pendekatan pertama, dimana story point adalah dianggap sebagai estimasi saja, yang bisa salah dan bisa benar. Tidak perlu mengubah story point yang sekarang. Jadikan kesalahan itu sebagai bahan perbaikan di sprint berikutnya.