Pendahuluan

VUCA adalah kependekan dari Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity.

Kita terjemahkan sebagai :

  • Volatility - Perubahan/gejolak secara cepat/tiba-tiba
  • Uncertainty - Ketidak jelasan atau ketidak pastian.
  • Complexity - Kerumitan
  • Ambiguity - Kebimbangan

VUCA ini merupakan instilah yang terkenal ketika dihadapkan pada dunia bisnis.

Satu dekade belakangan ini, memang pemimpin organisasi atau bisnis menghadapi tantangan terkait lingkungan yang berubah dan tidak dapat diprediksi dengan mudah.

Masuknya digitalisasi, pola konsumen yang berubah, aturan regulator yang berubah, kompleksitas bisnis yang bertambah, dan juga sumber daya manusia yang mudah berpindah mungkin menjadi permasalahan besar di dunia bisnis.

Pendekatan tradisional tidak lagi mempan untuk menghadapi kasus seperti itu.

Mengaitkan kesuksesan masa lalu dengan rencana masa depan mungkin sudah mulai tidak relevan lagi bagi perusahaan.

Situasi yang dihadapi telah berubah, dan cara menghadapinya pun tentunya harus berubah.

Satu-satunya yang pasti adalah perubahan.

  • Heraklius, filosof Yunani

Sejarah

Istilah VUCA pertama kali diperkenalkan tahun 1987, yang berlandaskan teori kepemimpinan dari Warren Bennis dan Burt Nanus.

Istilah ini juga dipakai oleh militer Amerika ketika terjadinya perang dingin antara Amerika dan Uni Sovyet.

Apalagi pada abad 20 sebagai abad informasi, membuat banyak gejolak, ketidakpastian, kompleksitas menjadi meningkat.

Informasi dari satu daerah bisa dengan cepat menyebar ke daerah yang lain.

Termasuk di dalamnya informasi yang menimbulkan gejolak.

Begitu pula kalau kita lihat adanya kompleksitas dari bisnis ketika berkaitan dengan teknologi, regulasi, dan globalisasi.

Para pemimpin di organisasi akan berhadapan dengan lingkungan yang cepat berubah dan keadaan yang tidak jelas dan ambigu.


VUCA masa sekarang

Pandemi COVID19 mengajarkan kita mengenai virus yang mengakibatkan kondisi tiba-tiba berubah.

Baik untuk kebiasaan kita sebagai manusia dan juga ketidakjelasan dan perubahan secara bisnis.

Dahulu, ada konsep PDCA (Plan, Do, Check, Act) ketika perusahaan menghadapi situasi bisnis yang dapat diprediksi.

Perencanaan, pengecekan, dan proses iterasi dalam meluncurkan aksi menjadi patokan dasar dari tindakan ini.

Seringkali kesuksesan dimasa lalu dan tips-tips dari senior management menjadi formula dari PDCA ini.

Ini seperti formula iteratif yang sering dipakai oleh perusahaan-perusahaan tradisional mengenai bagaimana mereka merespons pasar yang ada atau merespons situasi bisnis baru.

Tetapi ini menjadi kurang relevan ketika kasus VUCA menjadi tantangan bisnis kita sehari-hari.

Dengan perubahan yang cepat dan pesat, pelaku bisnis menjadi berpikir keras dan sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya.


Solusi sementara

Berada di era VUCA seperti sekarang, tidak hanya perlu menentukan plan secara jangka panjang, akan tetapi juga perlu fleksibel dan adaptif terhadap perubahan plan jangka pendek.

Nilai tambah dan hasil yang dapat diukur dalam waktu singkat menjadi patokan dalam menentukan keputusan penting menghadapi VUCA ini.

Kalau sebuah produk tidak mempunyai nilai tambah yang bisa kelihatan dalam jangka waktu singkat, maka produk ini dianggap perlu ditaruh dahulu di antrian belakang.

Ini berbeda sekali dengan project-project besar yang jangka waktunya lama dan biasanya merupakan ambisi dari top management untuk meninggalkan legacy dari kepemimpinannya.

Oleh karena itu muncullah banyak konsep seperti Failfast, Fail Often, atau MVP (Most Viable Product).

Dimana dengan secepat mungkin menguji sebuah rencana atau plan atau produk dengan secukupnya, dan kemudian menentukan apakah tetap akan dilanjutkan atau tidak.

Ketika tetap dilanjutkan, maka akan dilakukan perbaikan terus menerus terhadap produk tersebut.

Kalau distop, maka kembali lagi untuk mencoba produk baru lain yang bisa memberikan nilai tambah lain.

Atau dari segi metodologi development, maka muncullah namanya Agile, Transformasi budaya perusahaan, dll.