Pendahuluan

Dunia usaha berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Begitu pula dengan sumber daya manusia yang menjadi penggerak utama dari inovasi perusahaan, termasuk didalamnya karir dan jenjang jabatan.

Dahulu, posisi manajerial hampir selalu menjadi posisi tinggi dari sebuah struktur perusahaan.

(sekarang pun juga masih begitu, terutama perusahan-perusahaan konvensional yang membutuhkan koordinasi dan pengelolaan manusia berjumlah banyak).

Posisi teknis, staff ahli, insinyur, atau spesialis jarang yang bisa mencapai level tinggi di dalam perusahan.

Hal ini bisa jadi karena zaman dahulu, sisi teknis dianggap sebelah mata dan dianggap tidak begitu rumit dibandingkan dengan pekerjaan mengelola manusia.

Akibatnya, banyak pegawai teknis yang terkadang “terpaksa” untuk mengambil posisi manajerial untuk tetap bisa meningkatkan karirnya di sebuah perusahaan.

Hal ini akhirnya menghasilkan fenomena Peter Principle yang pernah kita bahas sebelumnya.


Apakah sama kondisinya sekarang ?

Tentu saja tidak.

Ada pergeseran perubahan pandangan mengenai hal ini.

Perusahaan-perusahaan baru berbasis teknologi dari awal sudah mempunyai pemikiran dan kebutuhan yang jelas mengenai sumber daya manusia yang hebat dan mempuni dari sisi teknis

Atau juga perusahaan-perusahaan lama yang merubah arahnya ke digitalisasi dan teknologi, mereka mulai merasakan kebutuhan sumber daya manusia yang terampil dari sisi teknis.

Kebutuhan terhadap sumber daya manusia ini membuat kebutuhan terhadap orang atau staff teknis menjadi meningkat.


Ok, lalu permasalahannya dimana ?

Permasalahan yang muncul adalah dari sisi jenjang karir dan benefit.

Walaupun kebutuhan terhadap staff teknis meningkat, tetapi biasanya jenjang karir yang ditawarkan oleh perusahaan tetap di level menengah kebawah.

Staff teknis tetap berada di bawah Project Manager, Project Owner, Departemen Manager, atau pun Departemen Head.

Kontribusi sisi teknis dianggap sebagai tools atau pelengkap saja bagi perusahaan.

Akibatnya keinginan staff teknis untuk bisa berkontribusi untuk kemajuan perusahaan menjadi berkurang.


Hmm, tapi bukannya semua orang harus seimbang antar hal teknis dan non teknis ?

Kita tidak bisa pukul rata hal tersebut.

Ada orang yang memang tidak berminat untuk mengelola orang, tetapi lebih berminat untuk memperdalam hal teknis.

Beberapa orang bagus dari sisi teknis, tetapi kurang bagus dalam manajerial tim.

Begitu pula sebaliknya.

Apa efeknya ?

Motivasi, keinginan berkontribusi sesuai kapasitasnya, kepastian jenjang karir, dan benefit menjadi salah satu faktor yang membuat misalnya beberapa staff teknis yang berada di lingkungan seperti diatas tidak berkembang atau berkeinginan pindah mencari posisi yang nyaman.

Pilihannya cuma 2 :

  • Naik ke level manajerial, yang berarti terkait dengan mengelola orang dan sumber daya perusahaan.
  • Pindah ke perusahaan lain atau konsultan dengan bayaran yang lebih mahal atau benefit, posisi karir teknis yang lebih bagus.

Eitss, ada pilihan lainnya juga sebenarnya, yaitu naik ke level teknis yang lebih tinggi, setara dengan posisi manajerial.

Hal ini dinamakan “Dual Career Path”, yaitu perusahaan menyediakan 2 jalur karir, yaitu :

  • Karir level manajerial, dengan tujuan mengelola sumber daya manusia dan proyek.
  • Karir level teknis, dengan tujuan mengelola hal teknis dan spesialisasi.

Hmm., bagaimana maksudnya Dual Career Path itu ?

Ok, coba kita lihat definisinya :

Dual Career Ladder adalah Career Development Plan yang memungkinkan kenaikan posisi karyawan tanpa harus memilih posisi bersifat supervisory atau manajerial.

Dual Career Path/Ladder ini biasanya ditujukan untuk karyawan yang mempunyai keahlian teknis yang tinggi atau mempunyai pendidikan yang tinggi, akan tetapi mereka tidak tertarik dengan karir posisi manajerial atau supervisory.

Dengan kata lain, ada tingkatan karir teknis yang setara dengan tingkatan karir manajerial yang disediakan oleh perusahaan untuk mempertahankan karyawan teknis yang ahli.

Tentunya tidak semua perusahaan mengadopsi Dual Career Ladder ini.

Biasanya Dual Career Ladder ini akan ditemui di perusahaan bergerak di bidang IT, Engineering, Medis, Science, ataupun perusahaan yang bidang usaha utamanya membutuhkan tingkat kemampuan teknis tertentu.

Apa biasanya karakteristik perusahaannya ?

Karakteristik perusahaan yang menerapkan Dual Career Ladder ini adalah :

  • Membutuhkan tenaga ahli atau profesional dengn tingkat sertifikasi yang tinggi.
  • Perusahaan yang membutuhkan inovasi terus menerus.
  • Membutuhkan karyawan ahli sebagai bagian penting dalam sukses tidaknya bisnis perusahaan.

Misalnya bisa kita lihat di :

  • Industri IT, dimana perusahaan membutuhkan keahlian IT dan bisnis perusahaan di drive oleh inovasi digital.
  • Industri teknologi Medis, dimana teknologi dan medis digabungkan untuk mendapatkan solusi inovatif dalam pengembangan perusahaan.
  • Industri rekayasa teknis, seperti rekayasa sipil, bangunan, kereta api, pesawat, dll
  • Industri Riset dan Teknologi, yang memang ditujukan untuk menciptakan inovasi baru.

Apa keuntungan dan tujuan Dual Career Ladder ini ?

Ada beberapa keuntungan dan tujuan diperkenalkannya Dual Career Ladder ini :

  • Sebagai alternatif jalur karir disamping jalur karir tradisional yang supervisory atau manajerial.
  • Mengurangi tingkat turnover untuk tenaga ahli senior dengan memberikan kesempatan untuk berkembang.
  • Mengurangi membuat “posisi buangan” yang biasanya dibuat untuk menjaga tenaga ahli berbakat, dengan tujuan meningkatkan gaji dan benefit saja, tanpa tujuan lain yang lebih fungsional.

Apa kekurangan dari Dual Career Ladder ini ?

Ada beberapa potensi kekurangan dari diterapkannya Dual Career Ladder ini :

  • Bila tidak didefinisikan dengan jelas, bisa jadi Dual Career Ladder ini tetap menjadi “posisi buangan” bagi leader, manager, atau head yang tidak berprestasi.
  • Bisa jadi terjadi kecemburuan dari jenjang karir tradisional, yang merasa kenaikan gaji dan benefit hanya dari sisi mengelola sumber daya manusia, dan bukan dari sisi kemampuan teknisnya.

Apa langkah dalam menerapkan Dual Career Ladder ini ?

Sebelum menerapkan jalur karir Dual Career Ladder ini, maka perlu ada langkah persiapan :

  • Pendefinisian tingkatan karir teknis nya ini, termasuk kemampuan dan pengetahuan yang diharapkan, inovasi, hard skill dan softskill.
  • Pendefinisian deskripsi pekerjaan, dan bagaimana bisa naik ke level karir selanjutnya.
  • Pendefinisian rentang gaji untuk tiap posisi, dan menyesuaikan dengan gaji dan benefit di pasar yang tersedia.
  • Memastikan kesamaan/equality dari posisi, rentang gaji, dan benefit antara karir level teknis dengan level manajerial.
  • Pastikan untuk mengkomunikasian 2 jalur ini kepada karyawan, agar karyawan bisa memilih sesuai dengan fleksibilitas dan keinginannya.

Kesimpulan

Sekali air pasang, sekali tepian beranjak .!

Tiap waktu perusahaan bisa berubah dan mempunyai masanya pula untuk berubah, termasuk dalam membuat jalur karir untuk karyawannya.

Jalur karir tradisional mengenal jalur karir harus ditempuh dengan memilih jalur supervisory atau manajerial.

Sementara inovasi, kemampuan teknis, dan sertifikasi sekarang menjadi penting dalam membuat perusahaan tetap bertahan di tengah dunia yang tak pasti ini.

Tenaga ahli, Insinyur, dan posisi tenaga teknis menjadi salah satu pilar dalam membuat hal itu terjadi.

Dengan skema jalur karir tradisional, tidak cukup memuaskan dan menjaga talenta tenaga teknis dan ahli untuk tetap berada di perusahaannya.

Dual Career Ladder ini merupakan salah satu solusi dalam mengatasi masalah perusahaan yang susah untuk menjaga karyawan berprestasinya yang tidak mau naik ke level manajerial/supervisory.

Dual Career Ladder membuat alternatif yang bisa membantu dari sisi perusahaan dan karyawan tenaga ahli dalam bersama-sama memajukan perusahaan mengarungi dunia usaha yang kompetitif.