Pendahuluan

Spotify Model merupakan model organisasi yang sering diperbincangkan ketika berbicara mengenai Model Organisasi Agile.

Banyak organisasi yang mau berubah dari model tradisional ke Agile, mencontoh struktur organisasi dari Spotify ini.

Walaupun pada 19 April 2020, seorang pegawai Spotify membuat sebuah blog bahwa sebenarnya Spotify tidak lagi menggunakan model seperti yang diketahui banyak orang tersebut.

Tetapi topik ini cukup menarik dibahas, karena banyak yang telah terlanjur mengadosinya.


Spotify ini perusahaan apa ?

Ok..ok, bagi yang belum tahu saja nih..

Spotify merupakan perusahaan asal Swedia yang bergerak dibidang siaran musik dan podcast.

Didirikan pada tahun 2006 , dan pertama kali diluncurkan pada 7 Oktober 2008.

Saat ini , ada hampir sekitar 500 juta pengguna Spotify di seluruh dunia.

Dengan sekitar hampir 10.000 karyawan di dalamnya.

Dengan begitu banyaknya karyawannya, maka model organisasi juga berpengaruh kepada budaya dan kelancaran usaha perusahaan.

Termasuk didalamnya model organisasi yang dinamakan Spotify Model, yang dulu pernah di gunakan oleh perusahaan tersebut.


Kapan ini bermula ?

Spotify Model ini menjadi terkenal ketika sebuah blog dari karyawan Spotify menerangkan mengenai upaya dari perusahaan Spotify ini untuk mengadopsi Agility di perusahaan mereka.

Blognya oleh Henrik Kniberg & Anders Ivarsson, pad Oktober 2012

Judulnya : Scaling Agile @ Spotify with Tribes, Squads, Chapters & Guilds

Henrik Kniberg merupakan salah satu Coach Agile di waktu Spotify masih di awal-awal pembentukannya.

Sementara Anders Ivarsson merupakan karyawan dari Spotify pada saat itu.


Catatan Penting

Henrik Kniberg dan juga Anders Ivarsson sendiri mengatakan bahwa :

Sebenarnya di dalam organisasi Spotify sendiri tidak benar-benar ada yang namanya Spotify Model, akan tetapi mereka (Henrik Kniberg dan Anders Ivarsson) hanya mendokumentasikan pada saat itu bagaimana di dalam organisasi Spotify, organisasi ini bekerja.

Jadi ada catatan penting untuk kasus Spotify Model ini :

  • ini bukanlah model yang statis, atau metoda yang baku.
  • ini juga bukanlah metode Agile.
  • ini juga bukanlah cara agar perusahaan bisa melakukan skalability dari sisi organisasi perusahaan.
  • ini juga bukanlah cara yang bisa diterapkan di perusahaan secara copy paste.

Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa :

Spotify Model merupakan dokumentasi mengenai bagaimana perusahaan Spotify mengatur cara bekerja dan unit dalam perusahaannya pada tahun 2012 dengan tujuan agar bisa lebih lincah, dan bisa menerapkan skalabilitas dalam pekerjaan dan organisasi.


Apa konsekuensinya ?

Oleh karena dari awal sudah di informasikan bahwa Spotify Model ini bukanlah model yang Statis, maka sebenarnya di dalam organisasi Spotify sendiri, kita sekarang sudah tidak tahu apakah mereka masih menggunakan cara ini atau tidak.

Dan oleh karena itu pula, perusahaan-perusahaan lain yang berupaya mencontoh gaya Spotify Model juga tidak bisa serta merta menjiplak cara ini.

Karena belum tentu model seperti diatas cocok dengan keadaan yang ada dalam perusahaan tersebut.

Tiap perusahaan seharusnya mencari cara yang cocok dan tepat dengan kondisi pada saat itu, dengan organisasi yang ada, dan kemampuan yang ada.

Namanya juga kelincahan, oleh karena itu maka perlu ada eksperimen dan analisa terhadap apa yang ada dalam sebuah perusahaan.

Sesuai dengan filosofisnya Agile, dimana cara, struktur, input, dan output yang dihasilkan seharusnya merupakan hasil experiment dan kerja kolektif antara stakeholder, kolaborator, mitra, dan customer untuk mencapai tujuan.

Sehingga Spotify Model ini boleh lah dijadikan rujukan dalam mengorganisasikan cara dan struktur dalam perusahaan.

Akan tetapi jangan dicontek mentah-mentah tanpa adanya analisa dan pemilihan cara yang sesuai dengan kondisi sekarang.

Sehingga metoda dan cara yang dipilih tetap mengacu dan mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan spesifik dari perusahaan masing-masing.


Kita lanjut ke Part 2