Pendahuluan

Pernah melihat foto-foto Instagram seseorang yang sedang travelling, lalu seketika kita merasa tidak bahagia karena tidak ikut serta ?

Atau melihat tren seseorang yang memakai sesuatu yang lagi ngetrend, misalnya dahulu ada smartwatch yang lagi trend, lalu merasa perlu juga membelinya agar tidak ketinggalan dengan orang lain ?

Atau misalnya terkait finansial, pernah merasa ingin ikut-ikutan investasi, beli saham yang baru saja IPO karena ingin segera mencapai status Crazy Rich secepat-cepatnya hanya karena lagi trending.

Atau kalau di dunia Software Engineering, kita merasa takut kehilangan kesempatan belajar untuk trend dan technology terbaru. Apapun yang lagi Hype, akan dicoba dan dijadikan tujuan.


Hmm, kedengarannya hal ini adalah keseharian kita semua yaa.., hehe

Iya, secara tidak sadar FOMO sudah menjadi kebiasaan kita sehari-hari.

Apalagi di tahun-tahun belakangan ini, ketika segala informasi dan berita dengan cepatnya berada di genggaman tangan kita.

Secara tidak sadar, kita di kendalikan oleh bagaimana dunia maya sekitar kita berperilaku.

Mempunyai lingkungan maya sekitar kita yang hobinya travelling, liburan, dan juga menampilkan gambaran “kepuasan” dan “kesenangan” di dunia maya, mau tak mau membuat kita tergerak pula untuk ikut serta.

Merasa kita ketinggalan dengan apa yang dilakukan oleh orang lain.

Dan tentunya kita terkadang merasa tidak bahagia ketika tidak ikut serta dan melewatkan kesempatan yang sama dengan yang dilakukan oleh orang tersebut.

Apalagi di era pandemi sekarang ini..

Heaalinng..laah…Heaalinnng…., dibarengi dengan lagu khas healing di instagram, tiktok, facebook, twitter, whatsapp dll.

Padahal misalnya berkumpul bersama keluarga dan mempunyai hobi sendiri di rumah juga merupakan salah satu healing dan kebahagiaan tersendiri.

Media sosial sudah menjadi influencer terbesar dari kehidupan kita.

Bahkan ketika ternyata trend yang ada di dunia maya itu bukanlah sesuatu yang kita butuhkan, akan tetapi karena lagi trend, maka kita merasa perlu ikut, dan merasa takut dan tidak bahagia kalau kita tidak ikut serta.

Itulah namanya Fear Of Missing Out, yaitu ketakutan tertinggal dari segala hal yang orang lain lakukan.

Takut kehilangan informasi dan lingkungan pertemanan, takut ditinggalkan.

Perasaan ketakutan ini berasal dari persepsi bahwa orang lain lebih bersenang-senang, mempunyai kehidupan, pengalaman, atau lingkungan yang lebih baik daripada kita.

Dan merasakan bahwa hal itu juga mesti terjadi pada diri kita.

Persepsi itu dibentuk dengan banyaknya informasi dari media sosial yang kita ikuti dan kita amati.


Tapi apa salahnya dengan sikap seperti itu ? wajar bukan ?

Namanya juga manusia, kita perlu melihat apa yang orang lain lakukan.

Kalau baik dan menyenangkan, tidak ada salahnya dong kita meniru dan ikut serta !!.

Hmm, yaa sepanjang tidak berlebihan bisa dibilang masih wajar.

Tapi kalau sampai membuat kita tidak bahagia karena merasa tertinggal dengan orang lain, merasa iri dan membandingkan diri kita dengan orang lain, menghabiskan waktu berharga kita untuk mengikuti tren-tren tersebut agar merasa tidak tertinggal sampai meninggalkan ibadah dan pekerjaan yang sedang kita lakukan, maka itu boleh dibilang sudah mulai berlebihan.

Berapa lama waktu yang kita habiskan untuk mengikuti tren tren yang ada di sosial media yang datang silih berganti.

Padahal dengan waktu yang sama kita bisa melakukan hal-hal berguna lainnya yang lebih mempunyai value bagi diri kita sendiri.

Tidak sekadar cuma ikut-ikutan..

Ok..ok, cukuup Rhomaa.. sudaah.. hentikan semua nasehatmu ini..

Coba kita lihat seperti apa yang dianggap tidak wajar dan berlebihan ?

Contohnya :

  • Seseorang yang meningkat pola konsumtif nya ketika dihadapkan untuk hal baru yang tidak perlu-perlu amat, semata-mata karena mengikuti trend. Misalnya membeli segelas kopi setiap hari yang tidak murah harganya demi eksistensi, agar diakui dan bisa ditunjukkan di media sosial.

  • Selalu mengecek gawai/gadget, karena takut akan kehilangan event orang lain dan informasi terbaru.

  • Selalu ingin tahu kehidupan orang lain, gosipnya, bahkan sampai pada tahapan yang sudah akut, misalnya histeris ketika orang tersebut melakukan sesuatu yang diluar kebiasaan, memaki, atau bersikap negatif dengan kejadian yang terjadi pada orang lain.

  • Menggunakan sosial media demi tujuan pengakuan di dunia maya, untuk mendapatkan pujian, sanjungan, ataupun kepuasan semu dari teman-teman maya nya. Cuma akan merasa puas ketika dirinya lebih daripada orang lain, lebih hebat, lebih sukses, lebih segala-galanya. Istilahnya pamer atau Flexing.

  • Tindakannya dilakukan kebanyakan merupakan pengaruh teman-temannya di dunia maya. Kurang pemikiran dan tidak berpikir panjang ketika sebuah ajakan atau sebuah event didalam lingkungannya terjadi.


Kita lanjut di part selanjutnya … part 2